Minggu, Agustus 20, 2006

PT JAWA BARAT MENANGKAN PASANGAN BADRUL KAMAL- SYIHABUDDIN AHMAD

PT JAWA BARAT MENANGKAN PASANGAN BADRUL KAMAL- SYIHABUDDIN AHMAD  

Jakarta-kpu.go.id, Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat (Jabar) tanggal 4 Agustus 2005, mengabulkan atau memenangkan gugatan yang diajukan pasangan calon Wali Kota Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad (usulan Partai Golkar dan PKB), untuk membatalkan hasil penghitungan suara pilkada Kota Depok pada tanggal 26 Juni 2005, yang dimenangkan oleh pasangan Nurmuhmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra (usulan PKS). align=justify>Kemenangan Badrul Kamal-Syihabudin Ahmad dalam gugatan pilkada Depok merupakan fenomena tersendiri, karena untuk pertama kali gugatan pilkada dimenangkan oleh pengadilan. Sebelumnya di sejumlah daerah, penggugat selalu kalah dalam sidang baik di Pengadilan Tinggi maupun di Mahkamah Agung (MA) Dalam gugatan yang diajukan pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad, disebutkan Nurmuhmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra, telah melakukan penggelembungkan perolehan suara dan juga banyak terjadi kecurangan dalam pilkada Depok seperti masuknya orang dari luar Depok yang ikut pemilihan. Dalam putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim, Nana Juwana, “mengabulkan permohonan pemohon dan membatalkan hasil akhir penghitungan suara pada tanggal 6 Juli 2005”. Juga telah terjadi penggelembungan suara untuk pasangan Nurmuhmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra sebanyak 27.782 suara. Seharusnya jumlah suara pasangan tersebut sebanyak 204.828 bukan 232.610. Sedangkan jumlah suara untuk Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad, sebanyak 269.551 suara. Putusan PT Jabar tersebut menimbulkan kontroversi dari berbagai pihak, baik dari KPUD Provinsi Jabar, KPUD Kota Depok, pihak pemenang pilkada Nurmuhmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra (PKS), Pihak yang kalah dalam pilkada Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad (Partai Golkar dan PKB), LSM, Pengamat Politik, dan Depdagri. 

Dalam siaran persnya KPU Kota Depok mengatakan dengan keluarnya putusan PT Jabar tak membuat langkah KPUD Kota Depok surut. KPUD tetap pada pendirian bahwa hasil penghitungan suara pilkada Depok sudah benar. KPUD menyatakan perbedaan pendapat dengan putusan majelis hakim PT Jabar yang membatalkan hasil penghitungan suara pilkada Depok. Meski demikian KPUD Kota Depok tetap menghormati putusan PT Jabar sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk memutuskan sengketa pilkada. Kami tidak sedang membela pihak manapun, dan kita harus tunduk apapun keputusan akhir dari MA. 

Setia Permana, Ketua KPU Provinsi Jabar mengakui , KPUD Kota Depok telah meminta bantuan kepada Tim hukum KPU Provinsi Jabar untuk menempuh upaya hukum terhadap putusan tersebut. Upaya hukum yang akan dilakukan dengan melanjutkan kasus ini ke MA dan menegaskan kepada MA bahwa KPUD Kota Depok telah melakukan penghitungan suara dengan benar. 

Sikap KPUD ini pun mendapat dukungan dari mantan Ketua Umum PKS Hidayat Nur Wahid. Menurut dia, “perolehan suara yang terekam di TPS termasuk data-data di kelurahan sudah ditandatangai saksi-saksi dari seluruh kandidat, jadi data itu jelas valid”. 

Lebih jauh dikatakan Hidayat Nur Wahid, Kasus ini, menjadi kerja bagi Komisi Yudisial. Membuktikan bahwa komisi itu ada dan sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas hakim dan peradilan di Indonesia. Sedangkan kepada MA dihimbau untuk meninjau kembali mandatnya pada pengadilan tinggi dalam menyelesaikan sengketa pemilu, Jika tidak dijalankan secara profesional. 

PKS menilai putusan PT Jabar itu cacat dan harus batal demi hukum, putusan tersebut sudah kedaluwarsa, karena dijatuhkan melewati waktu 14 hari kerja seperti diatur PP No. 6/1005 dan Peraturan MA No. 2/2005. Meskinya pengadilan menjatuhkan putusan paling lambat 29 Juli 2005, demikian dikatakan M. Razikun, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PKS. 

Presiden PKS mengatakan atas putusan itu, PKS akan mengambil langkah hukum. “Kita meminta MA untuk men-take over masalah ini dan menuntut MA menganulir keputusan tersebut. PKS juga akan meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa dan menyelidiki proses persidangan dan hakim yang memimpinnya. 

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun mengatakan, putusan dalam persidangan sengketa hasil pilkada harus dikeluarkan maksimal dalam jangka waktu 14 hari setelah gugatan diajukan, karena sesuai dengan UU No. 32/2004. Tidak boleh melebihi jangka waktu tersebut. Dalam waktu 14 hari majelis hakim harus sudah membuat keputusan meskipun pemohon belum dapat mengajukan bukti-bukti. Jika putusan diambil melebihi tenggat waktu, putusan tersebut batal demi hukum. 

M. Ryaas Rasyid, Mantan Meneg Otda mengatakan, klaim-klaim tentang penggelembungan dan pengembosan suara itu segera ditanggapi oleh panwas pemilu dan KPUD Depok dengan tingkat sensitivitas dan akuntabilitas yang tinggi, mungkin tidak harus menjadi kasus yang diajukan ke pengadilan tinggi. Kedua lembaga ini bisa melakukan penghitungan ulang surat-surat suara yang masuk ke TPS-TPS yang dirujuk pasangan calon yang merasa dirugikan. 

Hadar Gumay mengatakan KPUD Depok tak mempunyai kewajiban untuk menjalankan eksekusi atas putusan PT Jabar yang membatalkan hasil pilkada, karena dianggap putusan tersebut tidak bersifat mengikat. Dalam Pasal 106 UU No. 32/2004, menyebutkan bahwa keputusan PT itu hanya bersifat “final”. Pasal tersebut tidak menyatakan bahwa keputusan itu bersifat “mengikat”. 

Oleh karena itu KPUD Depok jalan terus dengan tahapan pilkada yang tersisa agar kekosongan kekuasaan tidak berkepanjanganPUD tidak akan dianggap melanggar hukum jika tetap menjalankan tahapan pilkada tanpa terpengaruh putusan PT. 

Sikap Partai Golkar yang mengusung pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad, meminta semua pihak menaati dan menghargai keputusan dan keabsahan hukum yang berlaku di negeri ini. Hal ini dikatakan Iskandar Mandji, Wakil Sekjen Partai Golkar. Gokar siap mempertaruhkan seluruh konsekuensi dan berhadapan dengan siapa pun yang tidak menaati keputusan hukum dalam masalah pilkada Depok. 

Departemen Dalam Negeri (Depdagri) sendiri belum bisa mengambil langkah untuk mereaksi putusan PT Jabar tersebut. Sekretaris Desk Pilkada Depdagri Sapto Supono, mengungkapkan bahwa masalah itu sepenuhnya tergantung pada sikap KPUD Depok. “Depdagri hanya mengurusi administrasinya saja. Depdagri juga akan menunggu sikap MA sebagai lembaga hukum tertinggi. 

Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf, mengimbau kepada semua pihak untuk menghormati keputusan hukum. Kita berharap ini adalah proses pembelajaran politik dan demokrasi. Menurut Ma’ruf rencana pelantikan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok, 2005-2010 masih melalui proses panjang karena pihaknya menunggu keputusan KPUD Depok. 

KPUD Provinsi Jabar bertekad mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan PT Jabar yang membatalkan hasil pilkada Depok. “Kami akan membawa keputusan PT Jabar ke MA untuk ditinjau kembali, karena PK punya legalitas yang jelas. Sesuai prinsip check and balance, tidak ada suatu sustem peradilan yang menutup kemungkinan adanya upaya hukum atau suatu putusan, demikian dikatakan Ketua Tim Hukum KPUD Jabar, Absar Kartabrata. 

Sementara itu MA melalui Satri Rusat, Pelaksana Tugas Panitera, menilai putusan PT Jabar yang menganulir kemenangan Nurmuhmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra sebagai putusan final dan sah. Putusan itu tidak dapat dibatalkan atau digugurkan kerana Peraturan MA No. 2/2005. “itu upaya hukum pertama dan terakhir yang bersifat final”.
(http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5621&Itemid=76)

Rabu, Juli 26, 2006

Pilkada Depok, Contoh Kasus Pemecahan Konflik

Pilkada Depok, Contoh Kasus Pemecahan Konflik 

Laporan Wartawan Kompas R Adhi Kusumaputra
DEPOK, KOMPAS -- Pemilihan kepala daerah (pilkada) Depok merupakan contoh kasus pemecahan masalah konflik pilkada yang baik di Indonesia. Potensi konflik yang brutal seperti yang diperkirakan, ternyata tidak terjadi.

Demikian kesimpulan dari "summer class" untuk "peacebuilding" dan resolusi konflik (Summer Institute on Peacebuilding and Conflict Resolution/IPCR) di Kampus FISIP Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/7). Narasumber adalah Wali Kota Depok Dr Ir Nur Mahmudi Isma’il, pengamat politik Kavin Evans, dan moderator Dr Erry Seda. Peserta yang terdaftar 18 orang dari Amerika Serikat, Nigeria, Inggris, Ethiopia, Korea Selatan, Moldova, dan Swiss. IPCR juga diikuti mahasiswa S2 Sosiologi FISIP UI.

Moderator Erry Seda menyimpulkan bahwa ada contoh baik dari konflik pilkada langsung di Indonesia seperti di Depok, selain ada contoh buruk seperti pilkada di Tuban, Jawa Timur.

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma’il menjelaskan, perjalanan pilkada langsung di Depok membutuhkan waktu yang relatif lama (26 Juni 2005-26 Januari 2006). Ini telah membawa hikmah sangat berarti dalam masa transisi menuju demokrasi lokal yang berkeadilan dan sekaligus menambah wawasan keilmuan politik, hukum, pemerintahan, sosiologi.

"Beragam resistensi konflik dari yang bersifat normal sampai terjadinya turbulensi dalam skala wajar, merupakan fakta yang harus diselesaikan berbagai pihak, baik secara kekeluargaan, mediasi maupun pengadilan. Meskipun sebagai jalan terakhir, pola penyelesaian konflik melalui pengadilan adalah sebuah alternatif yang dapat ditempuh untuk menuntut hak dan keadilan," kata Nur Mahmudi.

Kronologis

Dipaparkan ihwal awal konflik pilkada Depok ketika salah satu pasangan dari lima pasangan, yaitu Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 11 Juli 2005 dengan menggugat KPU Kota Depok. Alasannya, terdapat kesalahan perhitungan suara sehingga pasangan itu dirugikan.

Sebelumnya KPU Depok mengumumkan hasil perhitungan suara pilkada 2005. Pasangan Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra meraih 232.610 suara atau 43,90 persen, disusul pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad 206.781 suara (39,03 persen), Yus Ruswandi-Soetadi Dipowongso 34.096 (6,44 persen), Abdul Wahab Abidin-Ilham Wijaya 32.481 suara (6,13 persen) dan Harun Heryana-Farkhan 23.850 (4,5 persen).

Pada 4 Agustus 2005, Pengadilan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan putusan No 01/Pilkada/2005/PT Bandung yang berisikan mengabulkan permohonan dari pemohon, menyatakan batal hasil perhitungan suara 6 Juli 2005, dan menetapkan jumlah perhitungan suara yang benar, yaitu suara Badrul Kamal-Sihabuddin Ahmad menjadi 269.551, sedangan suara Nur Mahmudi Isma’il turun menjadi 204.828. Keputusan ini menganulir kemenangan pasangan Nur Mahmudi-Yuyun W dan memenangkan pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin.

Namun KPU Depok menolak hasil keputusan PT Jabar dan mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) di Jakarta pada 16 Agustus 2005. MA pada 8 September 2005 mengumumkan pembentukan Majelis PK perkara sengketa Pilkada Depok dan menetapkan lima hakim agung.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 9 Agustus melaporkan persoalan Pilkada Depok ke Komisi Yudisial terkait putusan PT Jabar yang menganulir kemenangan Nur Mahmudi-Yuyun WS. Komisi Yudisial memeriksa hakim PT Jabar. MA juga memanggil hakim bersangkutan. Komisi Yudisial mengeluarkan rekomendasi ke MA agar memberikan sanksi kepada Ketua Majelis Hakim PT Jabar berupa pemberhentian selama setahun dan teguran tertulis ke empat anggota majelis hakim lainnya.

MA akhirnya memutuskan, mengabulkan permohonan PK dari KPU Depok, membatalkan putusan PT Jabar di Bandung tanggal 4 Agustus 2005, dan menolak keberatan dari permohonan Badrul Kamal-Syihabuddin ihwal pilkada Depok. Dengan putusan MA ini berarti Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra sah dan punya kekuatan hukum yang tetap sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok.

Pada 3 Januari 2006, pasangan Badrul Kamal mengajukan permohonan keberatan atas putusan MA ke Mahmakah Konstutusi. Namun MK tenyata tak punya wewenang mengadili sengketa Pilkada Depok karena belum merupakan sengketa antarlembaga.

Menteri Dalam Negeri mengeluarkan surat pengesahan pengangkatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok. Pada 26 Januari 2006, Gubernur Jabar Danny Setiawan atas nama Mendagri melantik Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok 2006-2011.
(http://www2.kompas.com/ver1/metropolitan/0607/26/135951.htm)