Sabtu, Juni 30, 2007

Din Bantah Bersanding dengan Mega di Pilpres 2009

Din Bantah Bersanding dengan Mega di Pilpres 2009
 
Malang - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin membantah kedatangan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan dalam acara wisuda sarjana di Universitas Muhammadyah Malang (UMM) terkait politik. Din membantah dirinya akan bersanding dengan Mega pada pemilihan Presiden 2009 mendatang. 

"Kedatagan Bu Mega tidak ada kaitan dengan politik pilpres 2009. UMM biasa mengundang tokoh nasional saat acara wisuda," kata dia kepada wartawan usai prosesi wisuda di Dome UMM, Jl Raya Tlogomas, Kabupaten Malang, Sabtu (30/6/2007). 

Dia menilai kehadiran Megawati yang memberikan orasi ilmiah dalam acara wisuda itu sebagai bentuk tradisi UMM membangun silaturahmi dengan tokoh nasional. "Tidak ada kaitan apa pun. Saya hadir selazimnya sebagai Ketua PP Muhammadiyah. Ya, terserah pakar politik saja," ujar Din. 

Dia mengaku sampai saat ini dirinya sedang menikmati posisinya sebagai 'Presiden Muhammadiyah.'

Dia menegaskan yang dilakukannya saat ini bersama Muhammadiyah adalah bagian dari dakwah untuk membangun hubungan baik dan semua kelompok serta menghilangkan faksi-faksi yang ada. "Muhammadiyah membuka diri untuk seluruh golongan dan kelompok. Seharusnya tidak ada faksi-faksi, semua harus rukun, maka dikotomi Islamis-Nasionalis harus dihilangkan," jelas dia. 

Din mengaku sedang berkonsentrasi mengemban amanah warga Muhammadiyah untuk memajukan organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini hingga tahun 2010 mendatang. "Tidak ada niatan politik, politik yang dianut Muhammadiyah adalah politik kebangsaan. Sampai saat ini saya belum berfikir untuk berkiprah di dunia politik," terang dia.
(http://www.detiknews.com/read/2007/06/30/161940/799601/10/din-bantah-bersanding-dengan-mega-di-pilpres-2009)

Bung Karno Pernah Dapat Gelar Doktor Falsafah Ilmu Tauhid

Bung Karno Pernah Dapat Gelar Doktor Falsafah Ilmu Tauhid
 
Jakarta - Barangkali tidak semua orang tahu bahwa Soekarno pernah mendapat gelar doktor honoris causa (Dr HC) dalam bidang Falsafah Ilmu Tauhid. Selama ini Soekarno hanya dikenal sebagai seorang insinyur dan jenderal besar. 

Proklamator Bung Karno mendapat gelar Dr HC dalam bidang Falsafah Ilmu Tauhid dari Universitas Muhammadiyah di Jakarta pada 3 Agustus 1965, dua bulan sebelum terjadi G30S/PKI. 

Kisah Bung Karno mendapat gelar Dr HC ini disampaikan Megawati Soekarno Putri saat menyampaikan orasi di upacara wisuda Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Sabtu (30/6/2007). 

"Pada tanggal 3 agustus 1965, dalam pidatonya ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa dalam Falsafah Ilmu Tauhid dari Universitas Muhammadiyah di Jakarta, Bung Karno menyinggung kembali Pancasila sebagai falsafah dan jati diri bangsa utamanya mengenai ke-Esaan Tuhan yang menjadi landasan bagi kehidupan bangsa," kata Mega dalam orasinya. 

"Hal ini memberikan makna dan keyakinan kepada kita bahwa, apapun yang kita lakukan dan perbuat di dunia ini, dalam membangun bangsa maupun menegakkan demokrasi, semua hal itu dalam kerangka pertanggungjawaban kita sebagai umat Tuhan dimuka bumi," imbuh Mega dalam naskah pidatonya yang didapatkan detikcom. 

Mega menyampaikan banyak hal dalam orasinya. Selain masalah Pancasila, agama dan Tuhan, Mega juga menyinggung mengenai Republik Indonesia yang saat ini masih utuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mega juga bicara mengenai keadilan dan kesejahteraan. 

"Saya juga ingin menyitir sila kelima dari Pancasila yaitu mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalau kita melihat Indonesia kita saat ini, maka kita akan melihat keadilan sosial tersebut belumlah terwujud secara paripurna," kata Mega. 

Mega mengaku sering pergi ke daerah-daerah dan mendapatkan laporan-laporan masyarakat yang rata-rata mengeluhkan tingginya biaya dan sulitnya hidup sekarang ini. "Ibu-ibu mengadu kepada saya mengenai harga minyak goreng yang tinggi, minyak tanah yang tidak terjangkau harganya dan sulit mendapatkannya di pasaran, akses terhadap pendidikan yang berkualitas yang mahal. Anak-anak muda datang kepada saya, mereka menyatakan sulitnya mencari lapangan pekerjaan walaupun mereka telah menamatkan sekolah sampai dengan perguruan tinggi," tutur Mega.

Ketua Umum DPP PDIP ini juga menyinggung masalah peran partai politik dan PDIP sebagai oposisi. "Pada kesempatan ini sekali lagi saya tegaskan bahwa sebagai warga bangsa dan sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan, partai adalah alat perjuangan untuk kepentingan rakyat , bangsa dan negara dalam mencapai cita-cita yang sudah ditetapkan pendiri Bangsa melalui konstitusi negara. Bukan sebaliknya , yakni bahwa rakyat,bangsa dan negara dijadikan alat untuk kepentingan Partai," ujar dia.
(http://www.detiknews.com/read/2007/06/30/124111/799529/10/bung-karno-pernah-dapat-gelar-doktor-falsafah-ilmu-tauhid)

Mega Berorasi di Kampus UMM

Mega Berorasi di Kampus UMM
 
Malang - Mantan Presiden Megawati diundang Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menyampaikan orasi ilmiah. Mega yang mengenakan setelan coklat tanpa kerudung itu bicara politik dan pendidikan. Namun, tepuk tangan relatif sepi. 

Mega diundang Rektor UMM Muhadjir Effendie untuk menyampaikan orasi di upacara wisuda yang digelar di MM Dome, Kampus UMM, Malang, Sabtu (30/6/2007). Mega hadir bersama Sekjen DPP PDIP Pramono Anung dan sejumlah pengurus PDIP Jawa Timur. 

Sementara dari Muhammadiyah, tampak Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah Malik Fadjar, dan Muhadjir Effendi. Upacara wisuda kali ini diikuti oleh 1.012 wisudawan/wisudawati dari ahli madya, sarjana S1 dan sarjana S2. 

Acara dimulai pukul 09.30 WIB. Setelah acara dibuka, Megawati yang saat ini menjabat Ketua Umum DPP PDIP itu kemudian didaulat untuk menyampaikan orasi ilmiah. Untuk diketahui, selama ini, jarang sekali Megawati menyampaikan orasi ilmiah di kampus Universitas Muhammadiyah. 

Orasi Mega tampak berlangsung datar-datar saja. Hening, tanpa ada tepuk tangan. Karena suasana cukup monoton, di tengah orasi, Megawati pun menyampaikan, "Kalau yang saya sampaikan ini pas, silakan tepuk tangannya. Tapi, kalau tidak cocok, silakan protes." Setelah itu, tepuk tangan pun menggema. Hingga pukul 10.40 WIB, orasi Mega masih berlangsung. 

Perjalanan politik Megawati dan Muhammadiyah cukup menarik akhir-akhir ini. Salah satu fenomena yang paling mudah dilihat adalah sering diundangnya Din Syamsuddin dalam acara-acara PDIP. Beberapa kali Din Syamsuddin diundang terkait acara Baitul Muslimin, sayap organisasi ke-Islaman yang dibuat PDIP. 
(http://www.detiknews.com/read/2007/06/30/105000/799512/10/mega-berorasi-di-kampus-umm-tepuk-tangan-relatif-sepi)

Kamis, Juni 28, 2007

Wacana Koalisi PDIP-Golkar Kacaukan Pilkada di Sumsel

Wacana Koalisi PDIP-Golkar Kacaukan Pilkada di Sumsel
 
Palembang - Wacana koalisi PDIP-Partai Golkar membuat peta politik di Sumatera Selatan (Sumsel) menjelang Pilkada 2008 menjadi 'berantakan'. Beberapa konsolidasi politik yang telah terbangun terancam tidak solid.

Misalnya, untuk calon gubernur Sumsel. Aktor yang sudah menyatakan diri maju sebagai calon gubernur Sumsel pada Pilkada 2008 adalah Syahrial Oesman, yang saat ini menjabat gubernur Sumsel. Aktor lainnya, Ketua DPD Partai Golkar Sumsel Alex Noerdin yang menyatakan akan maju.

Syahrial Oesman, yang sebelumnya adalah kader Partai Golkar, jelas tidak mungkin menggunakan perahu parpol itu. Dia kemudian melakukan konsolidasi dengan 'temannya' Eddy Santana Putra. Keduanya sama-sama mantan pengurus FKPPI dan PNS pada Dinas Pekerjaan Umum di Sumsel.

Meskipun sebagai Ketua DPD PDI-Perjuangan Sumsel, Eddy yang saat ini menjabat Walikota Palembang pada 2008 nanti tidak akan maju sebagai calon gubernur. Dia akan mencalonkan sebagai Walikota Palembang untuk kedua kalinya. Nah, posisi calon gubernur diwanti-wantikan buat Syahrial Oesman.

Dalam tiga bulan terakhir, dalam berbagai event antara Syahrial Oesman dan Eddy Santana Putra memang selalu bersama. Terutama pada kegiatan-kegiatan sosial.

Nah, dengan wacana koalisi PDIP-Partai Golkar, pengondisian yang dilakukan Syahrial Oesman dan Eddy Santana Putra menjadi terganggu. Artinya, bila melalui garis partai, Eddy harus bersanding dengan Alex Noerdin, yang merupakan musuh politik Syahrial Oesman.

"Nah, dia bingung. Makanya pada pertengahan Juli mendatang, akan ada deklarasi partai Golkar-PDIP yang mengusung Syahrial Oesman sebagai calon gubernur Sumsel pada 2008. Tampaknya dari partai Golkar, bukan melalui pengurus DPD-nya, tapi sejumlah pengurus yang berada di bawahnya. Katakanlah, koalisi kader PDIP-Golkar. Jika ini terjadi, jelas ada ketegangan politik, khususnya tubuh PDIP di Sumsel dengan Jakarta," kata sebuah sumber kepada detikcom, Kamis (28/06/2007). 

"Deklarasi itu dilangsungkan sebelum pertemuan PDIP-Golkar di Palembang sekitar 17 Juli mendatang," katanya.

Sementara Eddy Santana Putra maupun Alex Noerdin sampai saat ini belum mau memberikan komentar soal rencana koalisi PDIP-Golkar. "Semua jadi pusing," kata seorang sumber yang berada di lingkaran Alex Noerdin, yang kini menjabat bupati Musi Banyuasin.

Imbas wacana itu juga mengganggu konsolidasi politik PAN-Golkar di Sumsel. Selama ini Golkar memang selalu berangkulan dengan PAN dalam sejumlah suksesi Pilkada di Sumsel, yang berjalan dengan kemenangan. Yakni di Ogan Ilir dalam Pilkada 2005 dan Musi Banyuasin pada Pilkada 2006 lalu.

Sebagai informasi pada 2008 nanti, ada 10 suksesi Pilkada di Sumsel. Sembilan Pilkada bupati dan walikota, yakni Ogan Komering Ilir, Prabumulih, Pagaralam, Lubuklinggau, Ogan Komering Ulu, Muaraenim, Lahat, Palembang, Banyuasin, serta Pilkada Gubernur Sumsel.
(http://www.detiknews.com/read/2007/06/28/223311/799078/10/wacana-koalisi-pdip-golkar-kacaukan-pilkada-di-sumsel)