Rabu, Januari 23, 2008

KPU Tunggu Amar Putusan MA

KPU Tunggu Amar Putusan MA

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini belum bisa memberikan jawaban atas putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA), karena KPU belum menerima salinan amar putusannya.

"Kami belum terima salinannya. Ya, kami tunggu dulu setelah itu baru kami kaji," kata anggota KPU, Andi Nurpati, di Kantor KPU Jakarta, Rabu.

Majelis Hakim MA pada Selasa (22/1) menilai, tindakan KPU yang mengambil-alih penghitungan suara pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Maluku Utara (Malut) adalah cacat yuridis.

MA memerintahkan KPU Provinsi Malut menghitung ulang suara di tiga kecamatan di Halmahera Barat, yakni Kecamatan Jailolo, Kecamatan Ibu Selatan, dan Kecamatan Sahutimur.

Andi menjelaskan, setelah menerima salinan amar putusan tersebut, maka pihaknya akan mencocokkan dengan gugatan untuk kemudian dibawa ke Pleno KPU.

"Kami hormati MA sebagai lembaga yang mempunyi kewenangan tentang sengketa hasil. Oleh karena itu, kami akan sinkronkan, apa keputusan MA apa sebatas sengketa hasil pilkada atau melibihi," katanya.

Namun, Andi mengaku meskipun belum menerima amar putusan, pihak kuasa hukum KPU pada Selasa (22/1) telah melaporkan mengenai putusan MA. 

"Kami juga minta kepada lawyer agar, mengkaji dan mencari alternatif sikap yang akan dibawa dalam rapat pleno KPU terhadap putusan MA tersebut," katanya.

Menurut Andi, kewenangan MA seharusnya adalah pada persoalan hukum memenangkan atau mengalahkan gugatan.

"Bukan yang begitu-begitu," kata Andi.

Andi melihat bahwa jika putusan MA dilakukan, maka dikhawatirkan justru akan memberikan ekses yang buruk.

Ia mencontohkan, jika hasil penghitungan ulang tersebut tidak sama dengan hasil yang diplenokan.

"Apakah KPU tidak akan digugat. Kok bisa, berbeda. Padahal telah dilakukan rekap di TPS dan PPK. Apa KPU tidak dinilai melakukan kebohongan. Kita tidak tahu reaksi dari masyarakat, para saksi, dan pihak yang lain," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro), Hadar N. Gumay, berpendapat bahwa lebih tepat KPU tidak melakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus sengketa pilkada Malut.

"Legowo saja. Kalau diteruskan bisa jadi tindakan bunuh diri, dan ancamannya kredibilitas lembaga," kata Hadar menambahkan. 
(http://www.antara.co.id/arc/2008/1/23/kpu-tunggu-amar-putusan-ma/)

Yusril: Putusan MA Tidak Boleh Lebih dari Tuntutan

Yusril: Putusan MA Tidak Boleh Lebih dari Tuntutan

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa Mahkamah Agung (MA) memiliki kewenangan memutuskan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada), dan keputusan itu tidak boleh melebihi tuntutan yang diajukan.

"Prinsipnya, hakim tidak boleh memutuskan lebih dari yang diminta. Tidak boleh mengabulkan yang lain dari yang diminta," kata Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) itu di Jakarta, Rabu, menanggapi sejumlah sengketa pilkada di Indonesia.

Ia mengatakan, jika pihak penggugat dalam sengketa pilkada mengajukan tuntutan, agar dilakukan penghitungan ulang, maka MA dapat memutuskan dilakukan penghitungan ulang atau tidak.

"Kalau tuntutannya hitung ulang, maka MA putuskan hitung ulang atau tidak. Keputusan MA tidak boleh melebihi dari apa yang diminta," katanya.

Meski tidak spesifik menyebutkan kasus sengketa pilkada yang terjadi, Yusril menegaskan, MA maupun Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa itu dengan pedoman tidak memutuskan sesuatu yang tidak dituntut.

Yusril mengatakan, saat ini pilkada di Indonesia cenderung berakhir dengan sengketa, sehingga dibutuhkan cara terbaik untuk menyelesaikannya, yaitu melalui jalur hukum.

Menanggapi keputusan MA mengenai sengketa pilkada di Maluku Utara (Malut), Yusril kembali menegaskan, MA berwenang memutuskan. 

Sebelumnya, MA memutuskan membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan rekapitulasi perhitungan ulang serta mengambilalih penetapan pasangan calon terpilih pada Pilkada Malut.

Majelis hakim agung yang diketuai Paulus Effendy Lotulung di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1), memutuskan langkah KPU pusat yang mengambil alih kewenangan KPU Provinsi Maluku Utara berdasarkan pasal 122 ayat 3 UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Pemilu tidak dapat dibenarkan secara yuridis.

Majelis memerintahkan agar KPU Maluku Utara melakukan penghitungan ulang rekapitulasi perhitungan suara di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu Jailolo, Ibu Selatan, dan Sahu Timur.

MA menilai keberadaan KPU Maluku Utara tetap ada dan tetap berwenang melakukan tugas dan kewajibannya.

Selain itu, MA memberikan kesempatan kepada KPU Maluku Utara selama satu bulan untuk melakukan perhitungan ulang di tiga kabupaten tersebut.
(http://www.antara.co.id/arc/2008/1/23/yusril-putusan-ma-tidak-boleh-lebih-dari-tuntutan/)

Selasa, Januari 22, 2008

KPU Ajukan PK Soal Pilkada Malut

KPU Ajukan PK Soal Pilkada Malut

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersiapkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan keputusan KPU mengambilalih kewenangan KPU Provinsi Maluku Utara.

Kuasa hukum KPU Elsa Syarief usai pembacaan putusan di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, menilai putusan hakim agung itu melebihi kewenangan.

MA, lanjut dia, hanya boleh menilai tentang kesalahan rekapitulasi perhitungan suara.

"Tetapi, tadi hakim menilai tentang kewenangan KPU," ujarnya.

Majelis hakim agung yang diketuai Paulus Effendy Lotulung menyatakan tidak sah secara hukum serta membatalkan SK KPU No 152/SK/KPU/2007 tentang berita acara rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Malut serta putusan turunannya, yaitu SK No 158/SK/KPU/2007 tentang penetapan pasangan calon terpilih.

MA menilai langkah KPU yang mengambilalih kewenangan KPU Provinsi Malut berdasarkan pasal 122 ayat 3 UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu tidak berdasar secara yuridis.

MA menyatakan KPU Provinsi Malut telah menyelesaikan proses tahapan Pilkada meski tidak sempurna, dan oleh karena itu tidak dapat dinyatakan tidak mampu melaksanakan proses Pilkada Malut.

Namun, MA juga menyatakan rekapitulasi perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi Malut tidak sesuai prosedur karena tidak dilakukan secara terbuka di sebuah sidang pleno.

Untuk itu, MA memerintahkan KPU Provinsi Malut untuk melakukan perhitungan ulang di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu Jailolo, Ibu Selatan, dan Sahu Timur.

Elsa mengatakan, jika MA menyatakan perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi Maluku Utara tidak sesuai prosedur, maka seharusnya MA menyatakan sah pengambilalihan kewenangan yang dilakukan oleh KPU.

Atas putusan MA itu, ia menambahkan, KPU segera mengajukan PK.

Menurut Elsa, KPU akan mengajukan bukti tindak pidana yang dilakukan oleh Ketua KPU Provinsi Malut dalam permohonan PK.

Namun, Elsa enggan membeberkan tindak pidana yang dituduhkan kepada Ketua KPU Provinsi Malut.

"Pokoknya sudah diproses di Polres Jakarta Pusat, Polres Ternate, dan juga di Polda Metro Jaya," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum pasangan Thaib Armayn-Abdul Gani menyatakan, kliennya tetap akan memenangkan Pilkada Malut meski KPUD Malut melakukan perhitungan ulang di tiga kecamatan.

"Ke mana pun arah hasil perhitungan ulang, pasangan Thaib-Abdul Gani tetap akan memenangkan Pilkada," ujarnya.

Kuasa hukum pasangan Thaib-Abdul Gani lainnya, Ruhut Sitompul, menyatakan dengan keputusan MA, maka pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo tidak lagi menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Malut.

"Putusan ini hanya merupakan kemenangan yang tertunda satu bulan untuk pasangan Thaib dan Abdul Gani," katanya. 
(http://www.antara.co.id/arc/2008/1/22/kpu-ajukan-pk-soal-pilkada-malut/)

MA Batalkan Keputusan KPU Soal Pilkada Malut

MA Batalkan Keputusan KPU Soal Pilkada Malut

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan rekapitulasi perhitungan ulang serta mengambilalih penetapan pasangan calon terpilih pada Pilkada Maluku Utara (Malut).

Majelis hakim agung yang diketuai Paulus Effendy Lotulung di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa, memutuskan langkah KPU pusat yang mengambil alih kewenangan KPU Provinsi Maluku Utara berdasarkan pasal 122 ayat 3 UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaran Pemilu tidak dapat dibenarkan secara yuridis.

Pasal tersebut menyatakan apabila dalam kondisi tertentu KPU Kabupaten/Kota atau Provinsi tidak dapat melaksanakan tahapan Pilkada, maka kewenangan dapat diambilalih oleh KPU satu tingkat di atasnya. 

Majelis menilai pelaksanaan tahapan Pilkada Malut telah dilaksanakan oleh KPU Provinsi Malut meski tidak sempurna karena terdapat perdebatan dalam sidang pleno penetapan perhitungan suara.

Karena majelis menilai tidak sah secara hukum tindakan KPU yang melakukan rekapitulasi perhitungan suara, maka majelis juga menilai tidak sah secara hukum penetapan KPU yang menetapkan pasangan Abdul Gafur dan Abdurrahim Fabanyo sebagai pemenang Pilkada Malut.

Majelis menyatakan tidak sah Surat Keputusan KPU No 152/SK/KPU/2007 tentang berita acara perhitungan rekapitulasi suara beserta keputusan derivatifnya, yaitu SK No 158/SK/KPU/2007 tentang penetapan pasangan calon terpilih.

"Menyatakan tidak sah dan batal SK No 158/SK/KPU/2007 tertanggal 26 November 2007," kata hakim ketua Paulus.

Namun, majelis juga menyatakan prosedur perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi Malut tidak sesuai karena dilakukan di ruang tertutup yang hanya dihadiri Ketua KPU Provinsi Malut beserta anggotanya serta dua anggota KPU tanpa menayangkan hasilnya.

Untuk itu, majelis memerintahkan agar KPU Maluku Utara melakukan penghitungan ulang rekapitulasi perhitungan suara di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu Jailolo, Ibu Selatan, dan Sahu Timur.

MA menilai keberadaan KPU Maluku Utara tetap ada dan tetap berwenang melakukan tugas dan kewajibannya.

MA memberikan kesempatan kepada KPU Maluku Utara selama satu bulan untuk melakukan perhitungan ulang di tiga kabupaten tersebut.

MA hanya mengabulkan sebagian permohonan pemohon dari pasangan calon Thaib Armayn-Abdul Gani, yaitu membatalkan keputusan KPU.

Sedangkan mengenai hasil perhitungan suara yang benar, pemohon masih harus menunggu perhitungan ulang yang dilakukan oleh KPU Maluku Utara. 

Pasangan Thaib-Abdul Gani mengajukan keberatan terhadap KPU karena mengeluarkan SK yang memenangkan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo dan membatalkan SK KPU Malut yang memenangkan mereka sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Provinsi Malut periode 2007-2012.

Melalui SK No 20/SK/PGWG/2007 tertanggal 16 November 2007 yang dikeluarkan KPU Malut, pasangan Thaib-Abdul Gani ditetapkan sebagai pemenang Pilkada dengan 179.020 suara dan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo di tempat kedua dengan 178.157 suara.

Keputusan KPU Malut itu dibatalkan oleh SK KPU pusat No 158/SK/KPU/2007 tertanggal 26 November 2007 yang menetapkan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo sebagai pemenang pilkada dengan 181.889 suara dan pasangan Thaib-Abdul Gani di tempat kedua dengan 179.020 suara.
(http://www.antara.co.id/arc/2008/1/22/ma-batalkan-keputusan-kpu-soal-pilkada-malut/)