Senin, Januari 12, 2009

Harga Premium Layak Rp 3.300/Liter

Harga Premium Layak Rp 3.300/Liter

Kalangan DPR menilai, jika pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) serius mengurangi beban hidup rakyat, harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium yang rencananya akan diturunkan lagi pekan ini adalah Rp 3.300 per liter.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR, Tjahjo Kumolo, kemarin menya-takan, seharusnya harga minyak dunia dijadikan patokan untuk menurunkan harga BBM. Harga premium yang paling ideal adalah sekitar Rp 3.800 per liter. Dengan harga itu, Pertamina masih mendapat untung 3,2 dolar AS per barel.
Seharusnya, kata Tjahyo, harga premium bisa lebih murah dari Rp 3.800 per liter. Pasalnya, perhitungan harga premium Rp 3.800 per liter itu dengan asumsi minyak mentah diolah di luar negeri sebelum menjadi premium.
Pemerintah akan kembali menurunkan harga BBM untuk ketiga kalinya pekan ini. Namun, Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) belum berencana menurunkan tarif angkutan, karena harga komponen kendaraan tidak turun.
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR, Alvin Lie menyatakan, harga premium tanpa subsidi yang ideal tidak lebih dari Rp 3.300 per liter. Harga itu berdasarkan harga minyak mentah dunia yang kini pada posisi 40 dolar AS per barel. Sedangkan harga solar yang ideal berkisar Rp 3.500 per liter. Yang aneh, pemerintah mengklaim harga BBM saat ini adalah harga subsidi.

Bukan prestasi

Sementara itu, pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens, menyatakan, menurunkan harga BBM adalah kewajiban pemerintah karena harga minyak dunia juga terus merosot. ”Harga BBM diturunkan itu bukan karena kinerja dan kerja keras pemerintah. Seharusnya pemeritah bisa mempertahankan harga BBM bersubsidi saat harga minyak dunia naik, sehingga jika minyak dunia merosot, BBM diturunkan itu lumrah,” katanya melalui telepon di Jakarta, kemarin.
Hargens menilai, SBY memanfaatkan penurunkan harga BBM untuk menaikkan popularitas dan citranya yang sekarang terpuruk di bawah 50 persen. Incumbent dinilai akan gagal dengan popularitas di bawah 50 persen untuk kembali memerintah seperti terjadi di sejumlah pemilihan kepala daerah (pilkada).
Menurut Hargens, harga minyak dunia merosot, sehingga menurunkan harga BBM adalah sebuah keharusan dan itu bukan prestasi. Dia menyatakan, upaya memanfaatkan isu penurunan harga BBM untuk menaikkan citra SBY langkah yang tidak kreatif. Masih banyak yang harus dilakukan pemerintah saat ini untuk menyejahterakan rakyatnya, yang justru semakin merosot di bawah pemerintahan SBY-JK.
Menurunkan harga BBM tidak linear dengan fakta di lapangan. Pasalnya, saat harga BBM diturunkan justru terjadi kelangkaan premium dan solar di mana-mana. Selain itu, pemerintah juga tidak memedulikan kesulitan rakyat, karena kelangkaan elpiji justru terjadi saat harga BBM turun.
(www.wartakota.co.id)

Tidak ada komentar: