Minggu, Oktober 05, 2008

Hanya di Indonesia dan Kamerun

Hanya di Indonesia dan Kamerun


SUDAH sangat sedikit negara di dunia ini yang masih menggunakan sistem mencoblos dalam pemilu. Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay, tinggal Kamerun dan Indonesia yang menerapkannya. 

"Yang tersisa memang masih dua negara ini (Kamerun dan Indonesia, Red)," ujar Hadar. Karena itu, menurut dia, sistem mencoblos murni sebagai cara memberikan suara pada pemilu di Indonesia sudah tidak tepat lagi diterapkan secara utuh. Harus mulai dirintis model cara memilih yang lain. 

"Ada anggapan, cara memberi tanda memang lebih cerdas ketimbang mencoblos," katanya. Dalam perkembangan demokrasi, lanjut dia, model memilih dengan mencoblos memiliki banyak kekurangan karena mudah terjadi manipulasi dan perusakan surat suara. 

Meski demikian, tambah Hadar, cara tersebut tidak bisa diterapkan seketika. Harus ada penahapan melalui proses sosialisasi yang matang. "Memang akan ada kesan KPU menerapkan standar ganda. Tapi, aturan cara menandai dengan mencontreng memang belum bisa diterapkan secara kaku, butuh masa transisi," katanya.

Rasa enggan disetingkatkan dengan Kamerun dalam perkembangan demokrasi juga pernah dinyatakan Wapres Jusuf Kalla. "Jangan lupa, Kamerun adalah salah satu negara termiskin dan masih banyak (penduduknya) yang buta huruf, meski bolanya hebat," ujar Kalla beberapa waktu lalu.

Ketua umum DPP Partai Golkar itu menyatakan, Indonesia menerapkan cara mencoblos surat suara sejak Pemilu 1955. Waktu itu buta huruf di negeri ini masih 50 persen dan sekarang tinggal 7 persen. "Fakta terkini, mayoritas penduduk sudah tidak buta huruf dan angka," ujar Kalla. 

Selain itu, tambah dia, surat suara pada Pemilu 2009 berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Dia menyatakan, adanya surat suara yang memasukkan gambar dan nama calon dengan sendirinya akan mengharuskan pemilih untuk membaca dan akhirnya menentukan hak pilihnya. "Kalau dulu kan cuma angka," bandingnya.

Kalla pun menilai cara mencoblos akan lebih mudah dimanipulasi sehingga surat suara bisa batal. Misalnya, kalau KPU iseng dan mereka cenderung mendukung Golkar, dengan mainkan kukunya, robeklah kartu itu sehingga tidak sah. "Tetapi, kalau contreng kan tidak bisa seperti itu," paparnya.

Namun, pandangan berbeda disampaikan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan (FPDIP) di DPR Ganjar Pranowo. Menurut dia, sesuai tidaknya sistem memilih untuk Pemilu 2009 nanti tidak ditentukan negara mana saja yang masih menerapkannya. "Namun, ukuran utamanya harus tetap didasarkan pada jangan sampai suara rakyat jadi hilang," tegasnya. (dyn/bay)
(http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=349736)

Tidak ada komentar: