Kamis, Maret 12, 2009

JK-Mega Imbangi SBY-PKS

Penjajakan Koalisi Hadapi Pilpres
JK-Mega Imbangi SBY-PKS

JAKARTA - Para elite mulai bekerja keras melancarkan strategi untuk memenangkan pemilihan presiden. Penjajakan koalisi dengan bungkus silaturahmi politik pun terus bergulir. Tadi malam, utusan SBY telah bertemu dengan elite PKS sementara hari ini Jusuf Kalla (JK) akan bersilaturahmi dengan Megawati.

Dua pertemuan penting itu bakal menjadi titik awal skema koalisi. Kedatangan Partai Demokrat ke kandang PKS sarat dengan spekulasi bahwa mereka akan membangun aliansi permanen. Itu disebabkan SBY butuh partner yang kuat setelah pasangannya, JK, menyatakan “bercerai” karena akan maju sendiri sebagai capres.

Bila PKS dan PD bertemu di Kantor DPP PKS di Mampang, Jaksel, JK dan Mega akan melakukan pertemuan di tempat netral. Ketua Umum Golkar dan Ketua Umum PDIP itu akan bertemu di sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol Nomor 66, Jakarta Pusat, yang memang sering disewakan untuk berbagai keperluan.

“Tahap awal sengaja dilakukan di tempat netral. Semata-mata supaya lebih enak,” kata Sekjen PDIP Pramono Anung kepada pers di Hotel Sahid, Jakarta, kemarin (11/3). Turut hadir dalam jumpa pers itu Ketua DPP Partai Golkar Burhanudin Napitupulu.

Menurut Pram -panggilan akrab Pramono Anung- pertemuan Mega-JK itu akan menegaskan adanya keinginan besar kedua parpol untuk membangun pemerintahan yang kuat dan stabil. Tidak seperti pemerintahan saat ini, yang menurut Pram cenderung tidak stabil. Akibatnya, timbul high cost politics (biaya politik tinggi, red) dan tensi politik yang juga tinggi.

“Kalau PDIP bersama-sama Golkar, kekuatan parlemen bisa 86 persen. Bahkan, kalau menggunakan asumsi di tingkat I dan II (DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, red), mencapai 76 persen. Bagaimanapun, ini kekuatan riil,” bebernya.

Secara blak-blakan, Pram menyindir pemerintahan SBY. Menurut dia, tanpa support Partai Golkar, SBY sebenarnya tidak akan bisa berbuat optimal. Sebab, suatu kebijakan yang diputuskan di level pusat memerlukan dukungan parlemen dan jaringan pemerintahan di daerah agar bisa berjalan. “Kalau tidak ada Golkar, (pemerintahan SBY, red) seperti lame duck (bebek lumpuh, red),” sindir Pram.

Dia juga kembali menegaskan bahwa pertemuan Mega-JK belum sampai menyentuh persoalan capres-cawapres. “Belum bicara bagi-bagi jatah, rotinya saja belum ada. Yang penting, dalam menghadapi pemilu tidak perlu tegang-tegang,” ujarnya, lantas tertawa.

Dalam pertemuan hari ini, Megawati akan didampingi Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufiq Kiemas, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (BP Pemilu) PDIP Tjahjo Kumolo, dan Pramono Anung. Sementara JK akan didampingi Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Surya Paloh, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono, dan Sekjen DPP Partai Golkar Soemarsono.

“Pertemuan ini bersejarah bagi kedua parpol. Sebab, sejak Pileg 2004, belum pernah kedua petinggi parpol ini bertemu secara formal. Kalaupun silaturahmi, seperti Lebaran 2007, konteksnya pribadi,” kata Pram.

Burhanudin Napitupulu pun mengakui Golkar sangat mendambakan munculnya pemerintahan yang kuat. Menurut dia, tak ada artinya menang mayoritas di pilpres namun parlemennya tidak dominan. “Jadi, cuma menang dipilih rakyat, tapi selalu digoreng parlemen,” tandasnya.

Mungkinkah koalisi PDIP-Golkar, mengingat pencapresan Mega sudah harga mati bagi PDIP, sedangkan JK juga berniat maju sebagai capres? “Kita akan bicara lagi. Paling tidak, mau duduk bersama dulu di tingkat pimpinan. Semua skenario bisa terjadi,” jawab Burnap -panggilan Burhanudin Napitupulu.

Ada kabar bahwa pertemuan itu merupakan rekayasa Burnap? “Etika politiknya, semua kebijakan parpol tentu harus didiskusikan dan sepersetujuan Ketum (Jusuf Kalla, red) dulu. Tidak mungkin pribadi,” tandasnya.


Tak Ingin Putus Silaturahmi

Pertemuan di tempat netral itu diiringi spekulasi politik bahwa keduanya bersiap-siap berkoalisi untuk memenangkan pilpres. Munculnya spekulasi bakal lahir koalisi Merah-Kuning (PDIP-Golkar) itu disebabkan JK sudah mendeklarasikan diri maju sebagai capres, berpisah dengan SBY yang resmi dicalonkan oleh Partai Demokrat.

Di sisi lain, Mega juga sedang mencari pasangan dalam membangun koalisi kuat untuk mengalahkan SBY. JK, Wakil Presiden yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu mengungkapkan, selain silaturahmi antar pemimpin partai, dirinya membawa misi pribadi dengan Mega. Dia ingin memutus tradisi permusuhan para mantan presiden dengan presiden yang menggantikannya.

“Dalam perpolitikan, kita boleh saja berbeda sikap, boleh berbeda pandangan dalam hal apa pun, tapi tidak boleh putus hubungan, putus silaturahmi. Karena itu, seminggu yang lalu, saya ketemu dengan PKS dan PPP. Besok (hari ini, red), insya Allah, saya akan ketemu dengan Megawati,” ujar JK saat menghadiri diskusi Agenda 23 Partai Golkar di DPP Golkar, Jl Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta, kemarin.

JK tidak menginginkan adanya perang dingin antara pemimpin nasional. Dia menilai putusnya hubungan silaturahmi para pemimpin dan mantan pemimpin nasional di masa lalu tidak perlu ditiru. JK mencontohkan bagaimana Presiden Soekarno tidak saling bicara dengan penggantinya, Soeharto.

Demikian pula Soeharto yang tidak bertegur sapa dengan Habibie dan Megawati yang tak berkomunikasi dengan SBY. JK juga tidak ingin terulang lagi perang dingin segitiga para pendiri bangsa, yakni antara Soekarno, Hatta, dan Sjahrir.

“Saya bilang, kita harus putus apa yang terjadi selama ini. Apa pun perbedaan pendirian kita, silaturahmi pribadi harus tetap berjalan. Supaya kalau di belakang hari ada perbedaan, gampang kita selesaikan. Jangan sampai kita mencontoh apa yang terjadi di Thailand, Filipina, dan Malaysia,” tegasnya.
(www.radar-bogor.co.id)

Tidak ada komentar: