Senin, Desember 29, 2008

Elit Parpol Was-was tak Kebagian Kursi

Elit Parpol Was-was tak Kebagian Kursi

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal 214 Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, ternyata menimbulkan kecemasan sejumlah elit partai politik (Parpol) peserta pemilu. Terutama bagi mereka yang terlibat dalam pencalonan anggota legislatif.
Selama ini kan kita tahu semua bahwa peran pimpinan parpol yang sangat besar dalam membangun dan membesarkan partai. Omong kosong kalau sorang ketua partai atau pengurus tidak ingin menjadi anggota DPR atau DPRD. Tapi dengan putusan MK tersebut menyebabkan nasib mereka semakin tak jelas, ungkap Sekrtaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia (PDI Perjuangan) Kabupaten Bogor, Wawan Risdiawan Minggu (28/12) di Bogor, Jawa Barat.
Sebab kata Wawan, bagi para pemimpin parpol yang ikut dalam bursa pencalonan anggota legislatif yang umumbya nomor urut cantik menjadi tidak berarti apa-apa. Sebab dalam pemilu mendatang akan terjadi pertarungan terbuka yang mengabaikan nomor urut calon legislatif (Caleg). Ini kan tidak adil, orang yang telah mengabdi kepada partainya sekian lama, haknya disamakan dengan kader yang baru nonggol, tegas Wawan.
Namun caleg PDI Perjuangan nomor urut I dari daerah pemilihan (Dapil) VI Kabupaten Bogor ini mengaku tetap akan mengikuti pemberlakukan putusan MK, yang menetapkan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak itu. Sebagai politisi yang tak aturan tentu saya akan tetap tunduk terhadap aturan tersebut, ungkapnya.
Ia pun meminta agar DPR, Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera mengeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan putusan MK tersebut. Aturan ini tentu tidak bisa berdiri sendiri tanpa aturan teknis. sehingga tidak akan membingungkan partai politik, ugkapnya.
Dibagian lain Wawan mendesak KPU agar segera melakukan sosialisasi tata cara pemilu 2009, baik kepada partai politik maupun kepada masyarakat pemilih.
Tata cara pemilu 2009 kan juga mengalami perubahan dari sistem coblos menjadi sistim mencentang atau menandai. tapi sampai sekarang KPU sendiri belum melakukan sosialisasi terkait perubahan tersebut, tandasnya.
Pola sosialisasi tersebut menurut Wawan harus dilakukan secara intensif, mengingat tata cara pemilu yang akan datang ini cukup sulit. Bagi masyarakat yang sudah bisa tulis mungkin hanya membutuhkan waktu yang sebentar. Tapi bagi mereka yang buta huruf ini yang repot, ujarnya.
Namun tidak seluruh caleg nomor jadi merasa ketar-ketir dengan keputusan MK tersebut. Rifdian Suryadharma caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) nomor urut 1 dari dapil VI Kabupaten Bogor. Sistim suara terbanyak siapa takut? karena saya ini sudah berjuang jauh-jauh hari sebelum putusan MK tersebut keluar, tegas Rifdian.
Ia mengaku sudah memiliki pengalaman yang cukup dalam meraih simpati dari masyarakat, yakni ketika ia ditunjuk menjadi Direktur Rahmat Yasin Center hingga membawa kemenangan Rachmat Yasin di 40 Kecamatan di kabupaten Bogor . Kalau sekarang saya harus bersaing memperebutkan kursi hanya di 1 dapil saya optimis saya mampu memenangkan itu, katanya. (ck-17)
(http://www.hupelita.com)

Tidak ada komentar: