Senin, Desember 01, 2008

Wawancara Eksklusif dengan Rachmat Yasin

Wawancara Eksklusif dengan Rachmat Yasin
Berangkat dari Nol Kilometer


Unggul sementara berdasarkan hasil real count Radar Bogor tidak membuat Rachmat Yasin besar kepala. Setelah menerima banyak ucapan selamat dari berbagai pihak, dia bersiap menjalankan program pembangunan Kabupaten Bogor seperti yang digembar-gembornya saat kampanye. Apa saja langkah strategisnya? Berikut petikan wawancara eksklusif dengan Rachmat Yasin saat mengunjungi redaksi Radar Bogor pukul 00:00 WIB dini hari tadi. 

  
Selamat, Anda unggul sementara di hampir semua kecamatan. Faktor apa saja yang menentukan kemenangan pasangan Rahman?

Terima kasih. Begini, masyarakat ada yang kecewa karena Pilbup harus diulang. Itulah sebabnya ada masyarakat simpati pada saya. 

Kemudian, ada kesan Rachmat Yasin itu dikeroyok. Ini yang utama. Saya juga melihat, masyarakat Indonesia lebih suka hal-hal yang melo atau yang sedih-sedih. Nah, sudah kemenangan digagalkan, ya dikeroyok juga. Akhirnya, 40 kecamatan kita babat. 

Selain itu, faktor popularitas ada pengaruhnya. Sudah sejak tiga tahun saya turun ke masyarakat.  

 
Adakah perubahan yang mendasar dalam sistem birokrasi dan pemerintahan? Apakah Anda sudah menyiapkan kabinet baru? 

Saya jadi bupati atau tidak juga pasti ada perombakan. Kenapa? Karena PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sudah mengisyarakatkan ada reorganisasi. Nah, sekarang kan ada SKPD yang baru sesuai Perda No 11 Tahun 2008. 

Ketika perda itu akan digunakan dan kemungkinan saya menjadi bupatinya, ya tetap baru perangkatnya itu. Ya, saya berangkatnya dari nol kilometer. (wawancara disambut gelak tawa di ruang redaksi Radar Bogor)

Apakah semua camat atau kepala dinas akan diganti? 

(Rachmat hanya tersenyum). 

 
Bagaimana dengan munculnya krisis global belakangan ini. Apa pengaruhnya bagi Kabupaten Bogor?

Krisis global ini harus kita perhatikan. Sebab, krisis sekarang lebih parah dari krisis sepuluh tahun lalu. Kalau 1998, krisis terjadi di bawah. Sekarang dibalik, krisisnya di atas dan kita terkena imbasnya. 

Lalu, apa antisipasinya karena sekarang angka pengangguran di Kabupaten Bogor semakin banyak?

Ya, kita gunakan konsep empowering (pemberdayaan). Untuk Kabupaten Bogor, sebetulnya kita punya potensi memberdayakan masyarakat dengan konsep ekonomi tradisional. Materi itu barter, sebab suplai (pasokan) dan demand (permintaan) terkadang tidak berimbang.
 
Logikanya begini, di Bogor Barat banyak potensi pertanian. Tapi, kenapa produknya dijual ke Pasar TU (Pasar Induk Kemang, red). Kenapa harus begitu? Kenapa tidak dijual di wilayah Bogor Barat saja. Produknya berasal dari masyarakat dan hasilnya dinikmati juga oleh masyarakat setempat. Jadi, ekonomi konvensional juga akan kita gunakan untuk mengatasi krisis global.


Bagaimana mengelola dana APBD yang mencapai Rp1,9 triliun agar bisa optimal?

Kalau dilihat dari kacamata ekonomi, APBD itu kan adalah modal awal. Kalau kita menggunakan prinsip ekonomi, kita tidak perlu menggunakan modal awal itu, tapi bagaimana kita menggunakan magnet agar bisa menarik uang dari luar. 

Hanya saja kelemahannya, kita tidak pernah mengembangkan komoditi ekonomi untuk jadi nilai jual yang bagus dan menguntungkan. Makanya, kita akan mengembangkan ekonomi berbasis pasar. 

Gambarannya begini, kenapa setiap musim hujan Jakarta selalu banjir padahal kita yang hujan. Air mengalir ke Jakarta, tapi kita tidak pernah memikirkan tempat pembuangannya bagaimana. Kita ingin sharing bagaimana menangani itu.

Sebenarnya air yang menuju Jakarta mengalir melalui sembilan sungai. Nah, aliran sungai ini terhambat oleh sampah, aliran yang menyempit karena mal dan lain-lain. Sebenarnya ini bisa diatasi, bagaimana? Sumber sampah di Jakarta itu adalah Pasar Kramat Jati. 

Di tempat itu barang-barang dari berbagai daerah dikemas sebelum masuk ke Kota Jakarta. Sampahnya dibuang dan masuk tinggal dijual ke masyarakat. Aktivitas ini menjadi kegiatan rutin di sana, dan orang jadi bingung mau buang sampah ke mana? Nah kita bantu mengurangi sampah itu, tapi bagaimana caranya? Kita pindahkan Pasar Kramat Jati ke Bogor.
 
Semua produk yang datang dari Sukabumi, Cipanas dan lain-lain yang masuk ke Jakarta, sampahnya pasti dibuang ke Bogor. Jika begitu, kenapa produknya harus masuk ke Jakarta dulu jika sampahnya harus dibuang ke Bogor, kenapa tidak di Bogor saja dikemasnya, dan sampahnya tinggal dibuang di tempat yang sama. Kan kita punya punya TPST Bojong. 

Ini posisi tawar kita. Biar Jakarta yang memasarkan, tapi kita yang memprosesnya. Kita sudah memikirkan efek dominonya. Jika Pasar Kramat Jati dipindahkan ke Bogor makan akan menyerap tenaga kerja, kemudian kita bisa memberdayakan potensi pertanian.
(http://www.radar-bogor.co.id/index.php?ar_id=MjI3MTc=&click=MTAx)

Tidak ada komentar: