Sabtu, Agustus 30, 2008

Golput Capai 1 Juta Jiwa

Pecundangi Suara Calon Bupati
Golput Capai 1 Juta Jiwa


CIBINONG - Pemilihan bupati dan wakil bupati Bogor pada 24 Agustus lalu telah menorehkan catatan tersendiri. Baru kali pertama menggelar pemilihan bupati secara langsung, jumlah golongan putih (golput) mencapai 1.023.923 atau 57,6 persen.

Angka fantastis dibanding suara tertinggi dalam Pilbup, yakni pasangan Rachmat Yasin-Karyawan Faturachman (Rahman) yang hanya 498.173 atau 29,94 persen berdasarkan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bogor.

Ambillah asumsi paling gampang jika golput diambil dari jumlah pemilih terdaftar Golput Capai 1 Juta Jiwa yang tidak menggunakan hak pilihnya. Berdasarkan daftar pemilih tetap, jumlah pemilih di Kabupaten Bogor sebanyak 2.800.701. Namun hasil rekapitulasi KPU, suara sah yang masuk hanya 1.663.790 dan suara tidak sah 112.988. Jika suara tidak sah dimasukkan dalam golput, angkanya lebih fantastis lagi.

Angka golput pada Pilbup ini naik drastis dari pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Barat pada 13 April lalu. Pada Pilgub, angka golput tidak lebih dari 32 persen. Ini berarti kenaikan angka golput mencapai 25,6 persen.

Golput pada pilbup Bogor mampu mengalahkan lima kandidat pasangan calon. Bahkan, pasangan Rahman yang memperoleh suara tertinggi dengan 498.173 suara masih kalah jauh dengan jumlah golput yang mencapai 1.024.796 suara. Data golput bisa membengkak jika dimasukkan jumlah suara tidak sah sebanyak 112.988.

Hampir di setiap kecamatan jumlah golput sangat tinggi. Kecamatan Cibinong saja yang menargetkan akan menekan golput hingga 80 persen ternyata tidak mampu melakukannya. Malah, jumlah pemilih di kecamatan ini juga menurun dibandingkan dengan jumlah pemilih pada Pilgub. Jumlah suara tidak sah di setiap kecamatan pun selalu pada kisaran ribuan.

Dengan jumlah golput yang sangat signifikan ini KPU Kabupaten Bogor tidak mau disalahkan. Ketua Divisi Teknis KPU Kabupaten Bogor Romli Eko Wahyudi malah menyalahkan masyarakat yang apatis dengan penyelenggaraan sistem pemilihan demokratis ini.

“Kami menolak jika KPU Kabupaten Bogor disebut kurang sosialisasi. Banyaknya golput sekarang saya kira karena masyarakat sudah bersikap apatis terhadap pemilihan umum,” kata Eko mencoba membantah.

Dia mencontohkan sosialisasi yang dilakukan pada Pilgub. “Waktu itu sosialisasinya tidak segencar sekarang, tapi partisipasi pemilih justru lebih banyak,” kata Romli. Dari kasus ini, Eko melihat besarnya golput bukan semata-mata karena sosialisasi yang kurang dilakukan KPU Kabupaten Bogor.

Sementara Dekan Fisikom Universitas Djuanda Beddy Iriawan Maksudi amat menyayangkan partisipasi masyarakat yang minim. “Saya lihat sosialisasi dari KPU Kabupaten Bogor kurang gencar ditambah pemilih yang sudah semakin jenuh,” katanya.

Jika putaran kedua dimungkinkan, Beddy menyarankan agar KPU lebih menyosialisasikannya kepada masyarakat. “Mereka (KPU Kabupaten Bogor, red) harus kerja ekstra untuk menyampaikan bahwa ada putaran kedua. Penting juga disosialisasikan, putaran kedua itu tidak akan menimbulkan efek negatif agar masyarakat tidak apatis,” bebernya.
(http://www.radar-bogor.co.id/index.php?ar_id=MTcyOTE=&click=MTky)

Tidak ada komentar: