Kamis, Agustus 07, 2008

Jakarta Tidak Perlu Pemilihan Walikota

Jakarta Tidak Perlu Pemilihan Walikota, kata MK

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan DKI Jakarta tidak perlu melakukan pemilihan walikota, karena pengaturan yang meletakkan otonomi DKI Jakarta hanya ditingkat provinsi.

Hal itu disampaikan majelis hakim konstitusi yang dipimpin Jimly Asshiddiqie dalam sidang putusan pengujian UU Nomor 32/2004 tentang Pemda dan UU Nomor 29/2007 tentang Pemprov DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI) yang diajukan Biem Benjamin, di Jakarta, Selasa.

Majelis hakim berpendapat pengaturan yang meletakkan otonomi DKI Jakarta hanya di tingkat provinsi, menyebabkan tidak diperlukannya pemilihan bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota secara langsung oleh rakyat di wilayah Jakarta.

"Hal demikian sama sekali tidak mempunyai implikasi terhadap kesamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dan pemerintahan," katanya.

Pemohon mengajukan uji materi Pasal 227 ayat (2) UU Pemda dan Pasal 1 angka 10, 11, 12, Pasal 19 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (6), ayat (7), ayat (8), serta Pasal 24 UU DKI.

Pemohon dalam pengujian itu mempertanyakan mengapa otonomi di DKI Jakarta bersifat tunggal, yakni, pada wilayah provinsi dan mengapa di Jakarta soal walikota/bupati tidak dipilih melalui pilkada.

Majelis hakim berpendapat semua warga negara berhak untuk dipilih dan/atau memilih dalam jabatan pemerintahan yang ada dalam sistem ketatanegaraan Indonesia tanpa kecuali sepanjang syarat-syarat untuk itu dipenuhi.

"Pengaturan demikian tidak bertentangan dengan UUD 1945," katanya.

Mengenai dalil pemohon yang menyatakan bahwa pengaturan yang meletakkan otonomi DKI Jakarta hanya pada tingkat provinsi saja sebagaimana ditentukan dalam Pasal 227 ayat (2) UU Nomor 32/2004, merupakan perlakuan diskriminatif terhadap warga Jakarta.

Majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan dalil tersebut, karena tidak adanya hak pemohon untuk dipilih sebagai wailikota di DKI Jakarta, dan tidak adanya hak warga Jakarta untuk memilih anggota DPRD Kotamadya/Kabupaten, tidak dapat dianggap sebagai diskriminasi.

Terlebih lagi, pemberian otonomi terbatas pada tingkat Provinsi DKI Jakarta, tidak relevan pula untuk dianggap sebagai perlakuan yang berbeda yang dapat menimbulkan kerugian konstitusional warga.

Karena itu, majelis hakim berkesimpulan permohonan pemohon tidak beralasan, sehingga oleh karenanya permohonan harus ditolak.

"Menyatakan permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya," kata Jimly Asshiddiqie.
(http://www.pemilu-online.com/index.php/Jakarta_Tidak_Perlu_Pemilihan_Walikota_kata_MK.html)

Tidak ada komentar: