Selasa, September 09, 2008

Data Ulang Pemilih Sementara

Data Ulang Pemilih Sementara 
Oleh Partono (Penulis adalah peneliti senior Cetro)

Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) serta National Democratic Institute (NDI) mengumumkan hasil audit terhadap daftar pemilih sementara (DPS) pada Rabu, 20 Agustus 2008. Hasil audit LP3ES dan NDI tersebut tidak jauh berbeda dari perkiraan banyak pengamat. 

Audit itu menunjukkan, 20,8% responden belum atau tidak terdaftar dalam DPS. Sedangkan 19,8% nama yang terdaftar di DPS dinyatakan sudah pindah alamat, dan 3,3% nama yang terdaftar adalah nama yang seharusnya tidak terdaftar sebagai pemilih. 

Hasil audit lainnya yang tidak kalah penting adalah akses publik terhadap DPS cukup mengkhawatirkan. Sebanyak 29,6% responden (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih-PPDP) mengatakan, bahwa DPS tidak dipublikasikan di tempat sebagaimana mestinya. Sedangkan DPS yang diumumkan di tempat yang ditetapkan juga memiliki masalah, yaitu tidak lengkap sebesar 21,4 persen. Pendek kata data pemilih sementara yang dibuat oleh KPU masih menyisakan persoalan akurasi dan publikasi. 

Berdasarkan pernyataan Ketua KPU, Prof Dr H Hafiz Anshary MA, jumlah pemilih sementara pada Pemilu 2009 kurang lebih 174 juta orang. Dengan demikian, dari data survei tersebut, jumlah pemilih yang belum terdaftar kurang lebih 35 juta orang dan jumlah yang tidak berhak memilih, namun terdaftar di DPS, kurang lebih 5, 7 juta. Ini jumlah yang sangat besar. 

Data pemilih adalah komponen yang sangat krusial dalam penyelenggaraan pemilu. Akurasi data pemilih sangat mempengaruhi tingkat integritas pemilu, karena data ini berkaitan langsung dengan hak politik warga negara untuk memberikan preferensi politiknya. 

Jika data pemilih tidak akurat, maka potensi pemilih yang tidak mendapatkan hak memilih semakin tinggi. Ketidakukaratan data pemilih ini disebabkan kesengajaan dan ketidaksengajaan. Jika ketidakakuratan data pemilih disengaja oleh pihak tertentu maka legitimasi dan integritas pemilu menjadi rendah. 

Kendala KPU 

Pemutakhiran dan penyusunan data pemilih adalah tanggung jawab penyelenggara pemilu (KPU). Hal ini sesuai dengan Bab VI UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif. KPU berkewajiban melakukan pemutakhiran data pemilih dan menyusun data pemilih sementara. Dalam memutakhirkan data pemilih, KPU memiliki waktu tiga bulan, sejak diterimanya data kependudukan dari pemerintah. Sedangkan untuk menyusun DPS, KPU memiliki waktu paling lama satu bulan, sejak berakhirnya proses pemutakhiran data kependudukan. Artinya, KPU memiliki waktu empat bulan untuk menyusun DPS. 

Data pemilih akan memiliki akurasi yang tinggi jika KPU melaksanakan pekerjaannya secara baik dan benar. Hasil survei yang masih banyak masalah dalam data pemilih, menunjukkan KPU belum melaksanakan kewajibannya secara baik. Dan pada kenyataannya, KPU, dalam hal ini tidak semua PPDP, tidak melaksanakan kewajibanya karena PPK (Panitia Pemilu Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara), dan PPDP belum terbentuk di seluruh daerah. Persoalan lainnya, anggaran untuk memutakhirkan data pemilih belum cair. 

Kualitas DPS sangat dipengaruhi oleh data awal, data kependudukan yang diterima KPU dari pemerintah. Kalau data kependudukan yang dimiliki pemerintah sudah up to date dan akurat maka kualitas DPS juga akan semakin baik. Sayangnya, publik tidak mengetahui bagaimana kualitas akurasi data kependudukan yang dimiliki pemerintah. Namun, jauh sebelum tahapan Pemilu 2009 dimulai pemerintah melalui Ditjen Administrasi Kependudukan Depdagri mengatakan, program single identity number (SIN) bagi penduduk Indonesia akan selesai sebelum data kependudukan diserahkan kepada KPU. Dengan demikian, data kependudukan dari pemerintah dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya.

Jika hal tersebut benar, maka dipastikan data kependudukan sudah cukup rapi, karena setiap penduduk Indonesia hanya memiliki satu identitas. Dengan program SIN ini jumlah penduduk, pemilih, dan perpindahan penduduk dapat dimonitor dengan baik. Dengan program SIN dipastikan pemilih tidak akan tercatat lebih dari satu kali di tempat yang berbeda. 

Kenyataannya, publik tidak mengetahui bagaimana hasil program ini. KPU dan Depdagri sangat tertutup mengenai data kependudukan. Masyarakat, bahkan Bawaslu, tidak memiliki data kependudukan tersebut. Ironisnya, menjelang pengumuman DPS, salah seorang anggota KPU dalam sebuah seminar di Jakarta, baru mengatakan bahwa kualitas data kependudukan yang diterima KPU sangat buruk. Sebuah pernyataan yang sangat terlambat dan terkesan mencari pembenaran bagi KPU yang kualitas DPS-nya rendah. 

Pendataan Ulang 

Meskipun terdapat tahapan berikutnya, yaitu tanggapan dan masukan dari masyarakat selama 14 hari, namun kualitas DPS tidak akan berubah menjadi lebih baik jika tidak dilakukan pendataan ulang. Hal ini disebabkan selain kurangnya sosialisasi oleh KPU tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk mengecek DPS sangat rendah. Akibatnya, jika hanya bergantung pada tanggapan dan masukan masyarakat dapat dipastikan perbaikan DPS sangat kecil.

Karena pentingnya data pemilih bagi integritas Pemilu 2009 maka KPU harus menata ulang DPS. Maksudnya, KPU harus memroses penyusunan daftar pemilih dari awal, yaitu melakukan verifikasi dan pemutakhiran ulang data kependudukan. Pemutakhiran dan penyusunan ulang DPS harus dilakukan guna meminimalisasi hilangnya hak pemilih untuk mengikuti pemilu. 

Penataan ulang pendataan pemilih tidak akan mempengaruhi tahapan pemilu berikutnya selama KPU cermat dan ketat dalam menggunakan waktu. Pertama, yang harus diperhartikan KPU dalam melakukan pendataan ulang adalah KPU harus memastikan, bahwa semua infrastrutur petugas yang terlibat dalam pemutakhiran dan penyusunan DPS, PPS, dan PPDP, sudah terbentuk di seluruh desa. Kedua, KPU harus memastikan, bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk melakukan pendataan tersedia dengan cukup. Ketiga, petugas telah dibekali pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mendata ulang. Keempat, untuk memastikan bahwa pendataan ulang tidak memengaruhi tahapan lainnya KPU dapat menyingkat waktu pendataan ulang dengan memerintahkan PPDP dua minggu untuk pemutakhiran data dan kepada PPS juga diberikan waktu dua minggu untuk menyusun DPS. 

Usulan ini tentu akan mendapatkan reaksi dari banyak pihak yang menyatakan, bahwa langkah ini akan melanggar perundang-undangan. Pendapat penulis adalah kalau pun usulan tersebut melanggar undang-undang, namun masih dapat ditolerir karena kecil, tidak substansial, dan tidak akan memiliki konsekuensi hukum. Yang lebih substansial adalah memastikan semua pemilih yang berhak memilih terdaftar sebagai pemilih dan dapat memberikan hak politiknya pada Pemilu 2009. 

Tidak dipungkiri, bahwa tingkat pengetahuan dan kesadaran mayoritas pemilih terhadap proses penyelenggaraan pemilu masih rendah. Hal itu tidak semata-mata salah masyarakat, melainkan juga karena penyelenggara KPU dan stakeholders pemilu lainnya tidak memberikan informasi dan sosialisasi yang cukup kepada masyarakat. 

Selain itu, tingkat kesadaran pemilih untuk mengecek namanya di DPS, untuk memastikan apakah namanya dan keluarganya sudah terdaftar, juga sangat rendah. Rendahnya kesadaran ini seharusnya menjadi tantangan bagi KPU untuk menyosialisasikan pendataan pemilih secara lebih intensif. Tentu saja KPU perlu mengajak komponen lainnya, partai politik dan LSM, untuk mendorong masyarakat memastikan nama mereka terdaftar sebagai pemilih. Sosialisasi ini dilakukan melalui media massa cetak dan eletronik, spanduk, baliho, pertemuan, dan sebagainya. Sosialisasi harus dikemas dengan sederhana, informatif, persuasif, dan semenarik mungkin, agar masyarakat secara mudah memahaminya dan tergerak mengikuti apa yang disampaikan. Belum terlambat bagi KPU untuk memperbaiki data pemilih Pemilu 2009.
(http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/09/Editor/edit01.htm)

Tidak ada komentar: